Nasib Tenaga Honorer Kategori R4 di Kota Tasikmalaya Masih Tidak Jelas
Nasib tenaga honorer kategori R4 di Kota Tasikmalaya masih menjadi pertanyaan besar yang belum menemui titik terang. Status mereka yang tidak jelas dan perlindungan hukum yang kurang memadai membuat banyak pihak khawatir akan masa depan mereka. Selama ini, para honorer ini menjadi tulang punggung dalam menjalankan berbagai layanan publik dan operasional pemerintahan.
Ketidakpastian ini menciptakan kegelisahan baik bagi para tenaga honorer maupun masyarakat luas. Mereka merasa dibiarkan mengambang tanpa adanya kejelasan tentang peran dan hak-hak mereka sebagai pegawai non-PNS. Hal ini juga berpotensi menimbulkan ketidakpuasan dan konflik internal di lingkungan birokrasi setempat.
Asep M Syams, Sekretaris Komisi 1 DPRD Kota Tasikmalaya, menyampaikan bahwa pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan masalah ini. Ia menilai bahwa ketidaktegasan dari pihak eksekutif dapat memperburuk situasi dan menciptakan masalah sistemik yang sulit diatasi.
Menurut Asep, para tenaga honorer, termasuk yang berada dalam kategori R4, telah bekerja secara profesional selama bertahun-tahun. Mereka berkontribusi nyata dalam menjalankan tugas pemerintahan, namun status mereka masih belum jelas. Pemerintah pusat sendiri telah menargetkan pengangkatan honorer dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) selesai pada Oktober 2025. Di beberapa daerah lain, proses ini sedang berlangsung cepat guna meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Namun, di Kota Tasikmalaya, yang dikenal sebagai barometer perkembangan wilayah Priangan Timur, justru terjadi kebuntuan. Bagaimana cara mengakomodasi tenaga R4 yang telah bekerja dengan baik tetap menjadi pertanyaan besar. Banyak pihak menantikan kebijakan yang jelas dan transparan dari pemerintah daerah.
Pentingnya Tindakan Nyata dari Kepala Daerah
Asep menegaskan bahwa kepala daerah baru, Viman Alfarizi-Diky Chandra, harus segera menunjukkan komitmennya dalam menyelesaikan isu ini. Meskipun baru saja dilantik, mereka perlu segera mengambil langkah-langkah konkret dan aktif dalam menghadapi tantangan ini.
Ia juga meminta agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada saran dari pihak-pihak yang belum memiliki pengalaman. Kebiasaan seperti ini bisa menghambat proses pengambilan keputusan penting. Asep menekankan bahwa kebijakan yang diambil harus didasarkan pada data dan pengalaman nyata, bukan hanya asumsi atau teori belaka.
“Kami paham bahwa Wali Kota baru membutuhkan waktu untuk adaptasi. Namun, sebagai pemimpin, ia harus aktif dalam menghadapi isu-isu strategis seperti ini. Jangan sampai terjebak dalam polarisasi yang dibangun oleh orang-orang yang tidak berpengalaman,” ujar Asep.
Pentingnya Dialog dan Transparansi
Banyak pihak yang siap memberikan masukan jika pemerintah bersedia membuka ruang dialog yang transparan. Komisi 1 DPRD Kota Tasikmalaya berkomitmen untuk terus mengawal isu ini secara intensif. Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan, mereka akan mendorong adanya hearing terbuka yang melibatkan BKPSDM, perwakilan tenaga R4, dan Wali Kota.
Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memastikan solusi yang adil dan transparan. Asep menekankan bahwa ini bukan hanya soal administrasi semata, tetapi juga tentang keadilan sosial dan keberpihakan pemerintah kepada tenaga yang telah berkontribusi nyata dalam pelayanan masyarakat.
Masalah tenaga honorer kategori R4 di Kota Tasikmalaya memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan kejelasan dan tindakan nyata, diharapkan dapat tercipta suasana kerja yang lebih stabil dan adil bagi semua pihak terkait.