Pentingnya Pembayaran Royalti untuk Kesejahteraan Pencipta Lagu
Di tengah perkembangan teknologi dan penggunaan media digital, banyak pelaku usaha yang mulai memutar suara alam atau kicauan burung di ruang publik komersial. Namun, hal ini tidak berarti bebas dari kewajiban membayar royalti. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa setiap rekaman yang diproduksi oleh pihak yang memiliki hak terkait tetap wajib diberikan royalti.
Komisioner LMKN Dedy Kurniadi menyampaikan bahwa pemutaran suara alam atau kicauan burung di tempat usaha juga termasuk dalam kategori yang harus membayar royalti. Hal ini dilakukan karena ada pemegang hak terkait karya rekaman tersebut. Menurut Dedy, beberapa pelaku usaha mengubah latar suara mereka dari musik ke suara alam agar bisa menghindari kewajiban membayar royalti musik.
LMKN sedang giat melakukan penarikan royalti dari para pengusaha, dengan tujuan agar uang tersebut dapat disalurkan kepada pencipta lagu dan pemegang hak terkait. Dedy berharap para pelaku usaha mau mematuhi aturan ini demi kesejahteraan para pencipta. Ia menegaskan bahwa siapa pun masyarakat Indonesia pasti ingin para penciptanya sejahtera, dan itu menjadi kunci utama.
Dedy juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar royalti. Saat ini, total royalti musik yang terkumpul baru mencapai sekitar Rp 75 miliar. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain seperti Malaysia yang bisa mengumpulkan hingga Rp 600 miliar, atau bahkan negara lain yang mencapai Rp 1 triliun.
Menurut Dedy, masalah ini berkaitan dengan belum teredukasinya masyarakat tentang pentingnya membayar royalti. LMKN berupaya agar sejak awal masyarakat bisa sadar untuk menyayangi pencipta lagu dan pemegang hak terkait, karena mereka juga membutuhkan kesejahteraan.
Aturan Pembayaran Royalti untuk Ruang Publik Komersial
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial, seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa ketentuan ini berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau platform streaming lainnya.
Agung menekankan bahwa langganan pribadi tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik. Ketika musik atau suara diperdengarkan di ruang usaha untuk publik, penggunaannya masuk kategori komersial sehingga memerlukan lisensi tambahan yang sah.
Pembayaran royalti, jelas Agung, dilakukan melalui LMKN sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Dengan demikian, pelaku usaha perlu memahami bahwa pembayaran royalti bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bentuk apresiasi terhadap karya seni dan kreativitas para pencipta.