Ethereum Kembali Mencetak Rekor Harga
Ethereum kembali mencatatkan sejarah baru dalam dunia kripto. Untuk pertama kalinya sejak masa bull market kripto tahun 2021, harga Ethereum melampaui rekor tertingginya dan mencapai angka yang mengejutkan, yaitu USD 4.866 atau sekitar Rp 79 juta. Lonjakan ini menunjukkan bahwa Ethereum tidak hanya mengikuti jejak Bitcoin, tetapi mulai menunjukkan potensi sebagai aset kripto utama yang semakin diminati oleh investor institusi dan pemain besar.
Penguatan harga Ethereum dipicu oleh pernyataan dovish dari Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam simposium Jackson Hole. Dalam pidatonya, Powell menyebut bahwa “keseimbangan risiko kini mulai bergeser”, yang dianggap sebagai sinyal kuat akan kemungkinan penurunan suku bunga pada September mendatang. Respons pasar terhadap pernyataan tersebut sangat agresif, dengan Ethereum naik 15 persen dan menciptakan rekor baru. Bitcoin juga ikut terangkat ke kisaran USD 124.500 atau setara Rp 2,02 miliar. Saham perusahaan kripto seperti Coinbase, Circle, dan Sharplink juga melonjak hingga lebih dari 7 persen.
Lonjakan ini bukan hanya respons spontan terhadap berita suku bunga. Ethereum semakin menarik bagi investor institusional karena memiliki ekosistem yang luas, termasuk keuangan terdesentralisasi (DeFi), tokenisasi aset, serta pembayaran stablecoin. Menurut data Bloomberg, dana spot ETF Ethereum di Amerika Serikat telah mengalir lebih dari USD 2,5 miliar hanya dalam bulan Agustus, jauh mengungguli arus dana ke ETF Bitcoin yang justru mengalami outflow sebesar USD 1,3 juta.
Katalin Tischhauser, Head of Research di Sygnum Bank, mengatakan bahwa pasar kripto merespons cepat dan positif terhadap sinyal dovish. Dalam siklus bull market yang didorong likuiditas seperti sekarang, investor cepat menanggapi sinyal tersebut. Selain itu, Ethereum tidak hanya didorong oleh spekulan ritel. Banyak perusahaan kini membeli ETH sebagai bagian dari strategi treasury mereka. Platform seperti BitMine bahkan berambisi menguasai 5 persen dari total pasokan Ethereum global.
Komunitas Ethereum juga meluncurkan organisasi baru bernama Etherealize untuk mendorong adopsi jaringan Ethereum di kalangan bisnis dan institusi. Optimisme pun bermunculan. Arthur Hayes, CIO Maelstrom, memprediksi harga Ethereum bisa tembus USD 10.000 bahkan USD 20.000 di akhir siklus. Geoffrey Kendrick dari Standard Chartered juga memperkirakan Ethereum bisa menyentuh USD 7.500 pada akhir tahun ini dan USD 25.000 pada 2028. Jika proyeksi ini terealisasi, maka nilai Ethereum bisa mencapai lebih dari Rp 407 juta per koin.
Selain faktor makroekonomi, momentum Ethereum juga didorong oleh aktivitas on-chain yang kuat. Data dari CoinGlass mencatat terjadi likuidasi posisi short sebesar USD 120 juta hanya dalam satu jam, memicu tekanan beli yang signifikan. Harga Ethereum pun terus terdorong naik saat posisi short ditutup secara paksa oleh sistem. Keunggulan Ethereum juga terlihat dari performanya yang mengungguli kripto besar lain seperti Solana, XRP, dan Litecoin.
Saat Bitcoin masih tertahan di level USD 116.000 atau sekitar Rp 1,89 miliar, Ethereum justru terus memimpin dengan ekosistem yang semakin kompleks dan terintegrasi dengan sistem keuangan global. Potensi penggunaan dalam proyek digital euro oleh Uni Eropa juga menjadi faktor penting.
Meningkatnya kejelasan regulasi di Amerika dan Eropa turut menjadi katalis penting. Undang-Undang Genius Act yang memberikan landasan hukum bagi stablecoin serta pertimbangan Uni Eropa menjadikan Ethereum sebagai infrastruktur digital euro memberi sinyal kuat bahwa Ethereum kini dipandang lebih dari sekadar aset spekulatif.
Jika tren ini terus berlanjut, Ethereum bukan hanya akan menjadi pionir teknologi blockchain, tapi juga pemain utama dalam sistem keuangan global yang baru.