Film “Kompi Daeng” Mengangkat Semangat Perjuangan di Kota Cimahi
Film “Kompi Daeng” hadir sebagai karya yang menggambarkan perjuangan para pejuang kemerdekaan di Kota Cimahi. Dengan latar belakang sejarah yang kaya, film ini mampu menyampaikan pesan tentang semangat juang dan nilai budaya yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa penting di masa lalu. Film ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana edukasi bagi generasi muda untuk lebih memahami perjalanan bangsa Indonesia.
Peluncuran film “Kompi Daeng” berlangsung di gedung Cimahi Techno Park pada 19 Agustus 2025. Acara ini turut dihadiri oleh para pemain serta perwakilan keluarga dari para pahlawan. Tidak hanya itu, acara ini juga menjadi momen penting dalam merayakan peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 RI.
Dede Syarif, sutradara sekaligus penulis naskah film ini, mengatakan bahwa film tersebut terinspirasi dari buku “Prahara Cimahi” karya Mayor CHB SM Arief. Menurutnya, film ini merupakan karya edukasi yang kaya akan informasi sejarah, patriotisme, serta nilai-nilai perjuangan para pejuang Cimahi dan Bandung Raya.
Kisah Kohar: Dari Seniman Ke Pejuang
Film “Kompi Daeng” mengambil latar masa perjuangan kemerdekaan hingga pasca-kemerdekaan. Cerita utamanya mengisahkan seorang seniman longser bernama Kohar dari Desa Tjipageran. Kohar awalnya terlibat dalam seni teater rakyat, namun akhirnya menyerahkan bakatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Trauma masa kecil saat usia 9 tahun menjadi motivasi utama Kohar untuk terjun dalam perjuangan. Saat itu, ia dan adiknya Asih harus menyaksikan ayahnya, Mat Pendul, tewas ditembak Belanda saat sedang pentas longser karena disangka pemberontak pada tahun 1930. Peristiwa ini menjadi awal dari jalan hidup Kohar yang penuh dengan pengorbanan.
Pembelajaran di Pesantren dan Bergabung dengan Kompi Daeng
Selang 15 tahun kemudian, Kohar dan Asih belajar mengaji, silat, serta taktik berperang di pesantren yang dipimpin KH Usman Dhoimir. Di sana, mereka mendapatkan wawasan dan persiapan untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Setelah itu, Kohar bergabung dengan Dewan Pimpinan Perjuangan Cimahi yang dipimpin Daeng Muhammad Ardiwinata, atau lebih dikenal dengan nama Kompi Daeng. Dalam perjuangan ini, Kohar harus rela meninggalkan seni longser yang merupakan warisan ayahnya.
Bersama sahabatnya, Toha Santri, serta Sersan Saring, mantan KNIL asal Ambon, mereka berjuang bersama pasukan Kompi Daeng untuk mengusir tentara Sekutu dan NICA Belanda di wilayah Cimahi. Periode 30 Oktober 1945 hingga 28 Maret 1946 dikenal sebagai Masa Bersiap atau “de militaire stad”, sebuah masa kritis dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Kolaborasi dan Dukungan Lintas Pihak
Film “Kompi Daeng” adalah karya pertama dari orang Cimahi yang diproduksi oleh Production House Visi Sinema Pro Cimahi dan Ice Blue Production. Film ini didukung oleh berbagai pihak, termasuk Dewan Kebudayaan Kota Cimahi, komunitas Tjimahi Heritage, serta Pemkot Cimahi dan KBB.
Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira, memberikan apresiasi terhadap peluncuran film ini. Ia menyebut film ini sebagai karya yang luar biasa, yang mampu menonjolkan aspek-aspek heroik para pejuang, sekaligus sesuai dengan nuansa hari kemerdekaan.