Tradisi Perahu Bidar yang Terus Dilestarikan
Di tepi Sungai Musi, sebuah perahu kayu besar atau yang dikenal sebagai perahu bidar tradisional sedang dalam proses reparasi. Perahu khas Palembang ini merupakan milik Ncik Muhammad Alaudin Sakagarhan atau yang lebih dikenal dengan nama Jaka, pemilik grup Bidar Tatang Putra. Proses perbaikan perahu tersebut telah mencapai 65 persen, dan saat ini sedang dilakukan pendempulan serta pengecatan sebagai tahapan akhir sebelum perahu siap digunakan.
Perahu ini akan menjadi bagian dari Festival Perahu Bidar yang rencananya akan diselenggarakan pada 15-17 Agustus 2025 oleh Pemerintah Kota Palembang. “Pada tanggal 15 Agustus, perahu ini sudah siap meluncur di Sungai Musi, membelah air dengan 55 pendayung, satu juragan/ketua tim, dan satu tukang timbul,” ujar Jaka saat ditemui di lokasi reparasi miliknya yang terletak di Kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang, Ahad, 3 Agustus 2025.
Menjaga Tradisi yang Semakin Langka
Bagi sebagian orang, lomba bidar hanyalah ajang tahunan. Namun bagi Jaka, ia tengah menjaga denyut tradisi yang semakin langka. Ia adalah satu-satunya pemilik perahu bidar tradisional yang masih tersisa di Kota Palembang. Dia juga berjuang untuk memastikan bahwa Sungai Musi tidak hanya menjadi jalur transportasi tongkang batubara dan kapal modern, tetapi juga tempat warisan leluhur yang layak dijaga.
“Dulu banyak orang memiliki bidar, tapi satu per satu mereka meninggal dan tidak ada yang meneruskan. Sekarang hanya saya,” kata Jaka. Jaka adalah generasi ke tiga yang mewarisi tradisi perahu bidar secara turun-temurun. Sejak 22 tahun lalu, dia mulai ikut ayahnya menjadi pendayung dalam lomba-lomba antar kabupaten, hingga merintis membuat perahu bidar sendiri.
Proses Pembuatan Perahu Bidar yang Rumit
Membangun perahu bidar bukanlah pekerjaan ringan. Kayu yang dibutuhkan harus panjang hingga 12 meter, sementara rata-rata panjang kayu di Palembang hanya empat meter. Oleh karena itu, Jaka harus mencari bahan hingga ke luar kota. Kayu yang biasa digunakan adalah merawan, meranti, rengas, dan bungur karena memiliki sifat ringan namun kuat.
“Kadang kayu bagus sulit dicari dan tidak bisa diganti. Jika asal pakai, bisa bahaya di sungai karena dipakai di ombak sungai,” jelasnya.
Ritual Sebelum Lomba
Setiap kali menjelang lomba, Jaka dan kru bidarnya tidak pernah melewatkan ritual seperti membaca Yasin bersama tetua Bidar, menyiram air bunga ke badan perahu, dan makan bersama. Bagi mereka, ini adalah kebiasaan turun-temurun sebagai cara memohon keselamatan.
“Jika ada rezeki, kami potong ayam kampung. Jika tidak, cukup nasi uduk dan doa. Intinya minta dijauhkan dari musibah,” ucapnya. Meski ada momen yang tidak mengenakkan selama menekuni bidar, seperti perahu yang menabrak tongkang batu bara dan perahu penonton, Jaka tetap optimis. Di lomba-lomba sebelumnya, perahu mereka sering mendapatkan juara 1 dan 2.
Mewariskan Tradisi ke Generasi Muda
Di antara sepuluh bidar yang tersisa di Palembang, perahu milik Jaka adalah satu-satunya yang lahir dari warisan, dirawat dengan hati, dan diarahkan untuk masa depan. Istri dan anak-anaknya tidak pernah menghalangi niatnya menjaga tradisi. Bahkan, mereka ikut membantu. Anaknya yang masih duduk di kelas 3 SMP sudah mulai ikut mendayung, bahkan membantu tukang memperbaiki perahu.
“Kalau sudah berkeluarga, kita tidak ambil keputusan sendiri. Tapi istri saya mendukung penuh. Anak saya juga sudah mulai aktif,” katanya. Selain ke anaknya, perahu bidarnya kini dikelola oleh keponakannya, yaitu Faturrahman.
Faturrahman dengan semangat turut melestarikan tradisi bidar yang sudah membudaya di tengah-tengah keluarganya. “Selain ikut melestarikan budaya yang hampir punah ini, aku juga hobi. Dari kecil ikut mendayung dan juga ikut lomba-lomba,” ujar Fathur.
Sebagai generasi muda, Fathur menyampaikan pesannya kepada pemerintah agar terus melirik tradisi bidar dari segi positif lainnya. Dimana, tradisi ini dapat menghasilkan atlet-atlet baru dari cabang olahraga tradisional bahkan nasional-internasional di bidang olahraga dayung. “Di sini, setiap kampung banyak regenerasi atlet. Karena disini ada latihan bidar. Mulai dari bidar mini isi lima sampai 11 orang, sampai nanti ke bidar tradisional,” katanya.