Presiden Beri Amnesti Kepada Hasto Kristiyanto
Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah penting dengan memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang terlibat dalam kasus Harun Masiku. Keputusan ini diumumkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) yang telah dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945.
Amnesti, secara hukum, merupakan tindakan negara untuk menghapus seluruh akibat pidana atas suatu perbuatan, termasuk menghentikan proses hukum yang sedang berlangsung. Dengan pemberian amnesti ini, status hukum Hasto dinyatakan berakhir secara permanen, termasuk penyidikan dan penuntutan yang sebelumnya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Artinya, negara menyatakan bahwa perkara tersebut tidak lagi dianggap sebagai tindakan pidana yang perlu diproses lebih lanjut.
Secara politik, keputusan ini menjadi isyarat penting dari pemerintahan Prabowo, khususnya dalam menghadapi dinamika hubungan dengan partai-partai di luar koalisi pemerintah. Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai bentuk rekonsiliasi, amnesti terhadap figur sentral PDI-P jelas memiliki bobot politik yang signifikan. Langkah ini juga mencerminkan penggunaan kewenangan konstitusional Presiden untuk mengintervensi proses hukum demi keadilan dan kepentingan nasional yang lebih luas.
Dalam praktik ketatanegaraan, pemberian amnesti sering digunakan untuk meredam ketegangan politik atau menyelesaikan perkara yang dianggap sarat kepentingan non-hukum. Sebelum amnesti diberikan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri memerintahkan para kadernya untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) PDI-Perjuangan di Bali.
Perintah Megawati agar kadernya mendukung pemerintahan Prabowo diungkapkan oleh Ketua DPP PDI-P Deddy Yevri Sitorus. Ia menyampaikan bahwa dukungan ini bertujuan untuk menjaga dan mendukung pemerintah agar tetap berada pada jalur yang seharusnya. Menurut Deddy, dukungan ini diberikan sebagai bagian dari upaya positif yang dilakukan pemerintah dalam menjaga negara, bangsa, dan rakyat agar mampu melewati kondisi saat ini.
Pesan Megawati untuk PDI-P
Megawati menekankan pentingnya soliditas organisasi PDI-P dengan memiliki frekuensi yang sama. Ia meminta para kadernya untuk turun ke masyarakat agar memahami persoalan-persoalan yang dialami masyarakat. Menurut Deddy, Megawati selalu berpesan bahwa partai politik adalah tiang utama dari pemerintahan. Dengan landasan undang-undang yang ada, partai politik harus solid untuk bisa berperan dengan baik.
Selain itu, Deddy menekankan bahwa PDI-P sebagai bagian dari negara harus berpikir menyatukan frekuensi. Ia juga menyarankan untuk menggunakan kesempatan ini untuk menemukan inovasi-inovasi baru.
PDI-P sebagai Penyeimbang
Meski tidak menjadi oposisi, PDI-P menegaskan tetap berada di luar pemerintahan. Politikus PDI-P Yasonna Laoly menyatakan bahwa dukungan yang diberikan adalah sebagai penyeimbang atau menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah. Ia menegaskan bahwa PDI-P mendukung pemerintahan Prabowo meskipun tidak berada dalam kabinet. Namun, mereka tetap berada di luar kabinet untuk melakukan fungsi pengawasan.
Hubungan Antara Gerindra dan PDI-P
Presiden Prabowo menyatakan bahwa Partai Gerindra dan PDI-P memiliki hubungan seperti saudara kandung. Meski demikian, Prabowo menekankan bahwa kedua partai tidak boleh berada dalam satu koalisi jika merujuk pada praktik demokrasi di negara barat. Menurutnya, dalam sistem demokrasi, harus ada pihak yang mengoreksi kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, PDI-P tidak menjadi bagian dari koalisi bersama Gerindra.
Perwakilan PDI-P juga tidak ada dalam Kabinet Merah Putih, lebih banyak menduduki kursi di parlemen. Prabowo menegaskan bahwa keberadaan partai di luar koalisi diperlukan untuk melakukan pengawasan dan koreksi terhadap kebijakan pemerintah. Ia menyebut hubungan antara PDI-P dan Gerindra sebagai “sudah tentu, harus ada yang di luar (koalisi), koreksi kita gitu, ngoreksi.”