Pementasan ARA: Menggubah Ulang Narasi Pramoedya Ananta Toer Melalui Gerak Tubuh
Pramoedya Ananta Toer, seorang tokoh sastra Indonesia yang telah menginspirasi banyak generasi, kini diangkat kembali dalam bentuk pertunjukan seni tari yang menarik. Koreografer dari Bandung, Galuh Pangestri Larashati, mempersembahkan karya berjudul ARA sebagai perayaan 100 tahun kelahiran Pram. Namun, pementasan ini bukan sekadar menyampaikan cerita dari novel-novelnya, melainkan mencoba untuk “membongkar” dan merenungkan makna karya-karyanya.
ARA bukanlah pertunjukan yang bertujuan untuk menceritakan ulang kisah-kisah dalam novel Larasati. Justru, ia menjadi wadah untuk menggali dan memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam karya Pram, serta mengeksplorasi bagaimana hal tersebut relevan dengan kehidupan modern. Galuh menjelaskan bahwa dalam proses pembuatan ARA, para penari tidak hanya membaca teks, tetapi juga melakukan pembacaan dekat dan jauh, lalu memilih bagian-bagian yang paling terasa oleh mereka.
Selain itu, para penari juga mencari hal-hal yang belum sempat ditulis oleh Pram tentang dunia perempuan. Subjudul karya ini, “Chronicle of A Moving Clipping”, menggambarkan struktur koreografi yang dibangun berdasarkan pandangan dan pengalaman para penari. Mereka bekerja sama untuk menciptakan suatu bentuk narasi yang tidak hanya berupa gerakan, tetapi juga refleksi dan interpretasi terhadap karya Pram.
Koreografi ARA disebut sebagai korpografi, sebuah istilah yang berasal dari kata corpus (tubuh) dan graphein (menulis). Dalam karya ini, tubuh bukan lagi alat ilustrasi, melainkan penulis utama yang tidak patuh pada narasi tradisional. Tubuh bekerja seperti membaca dan menulis ulang, menciptakan tegangan antara suara dan gestur, antara teks dan napas. Setiap gerakan memiliki makna dan kekuatan yang bisa diinterpretasikan secara personal.
Salah satu penari, Wening Sari, mengatakan bahwa dirinya tidak diarahkan secara ketat oleh koreografer. Justru, Galuh memberikan ruang bagi para penari untuk mengeksplorasi pikiran dan perasaan mereka sendiri. Ia mengaku belajar mengenali tubuhnya sendiri melalui proses ini. “ARA buat Mbak Galuh belum tentu sama dengan ARA dalam interpretasiku. Dan dari situ aku belajar mengenali tubuhku sendiri,” ujarnya.
Produser karya ini, Zen RS, menyambut baik pendekatan kritis yang digunakan dalam ARA. Menurutnya, karya ini tidak hanya menghormati Pram, tetapi juga membuatnya lebih dekat dengan kritik dan refleksi. Dalam ARA, para penari perempuan memeriksa karya Pram yang sering dianggap sebagai karya seorang lelaki feminis. Hal ini memungkinkan tampilnya aspek-aspek yang sebelumnya tidak terungkap.
Zen menegaskan bahwa ARA bukan sekadar adaptasi dari novel menjadi naskah teater atau film. Karya ini benar-benar interogatif terhadap Pram, sehingga kita bisa menyadari bahwa meskipun berakar dari karya Pram, ARA hadir dalam bentuk, struktur, logika, dan nilai yang sudah sangat berbeda. Ini adalah bentuk penghormatan yang radikal terhadap karya Pram.
Pementasan ARA akan dilaksanakan pada Kamis, 7 Agustus 2025, pukul 19.00–21.00 WIB, di Tjap Sahabat, Bandung. Pertunjukan ini bersifat tertutup, hanya untuk undangan dan peserta terdaftar. Musik dalam pertunjukan disusun secara live oleh seorang DJ hip hop, menciptakan irama yang mentah dan tidak netral.
Karya ini merupakan inisiatif kolektif dari grup tari Tarang Karuna dari Bandung, disutradarai dan dikoreografi oleh Galuh Pangestri Larashati, serta diproduseri oleh jurnalis dan esais Zen RS. Dramaturg dikerjakan oleh Taufik Darwis, sedangkan musik digarap secara independen oleh musisi hiphop, Ways.